MEMBACA ADALAH JENDELA DUNIA MENUJU INDONESIA JAYA
Literasi. Akhir akhir ini kata
literasi begitu sering diucapkan oleh
guru dan pelajar pelajar dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah.
Apakah arti dan maknanya? Penulis sendiri mengartikan kata literasi dengan
budaya membaca dan menulis. Namun sebanarnya banyak sekali definisi literasi, ambil
saja salah satu yang mudah untuk dimengertikan yaitu kemampuan
seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca
dan menulis.
Penulis
mencoba mendalami dan memaknai literasi dari sudut pandang dunia pendidikan,
yaitu sekolah. Beberapa pertanyaan
penulis ajukan kepada peserta didik di sekolah dimana penulis mengajar. O iya penulis adalah guru mata
pelajaran sejarah yang mengajar di SMA Negeri 4 Surakarta, sekolah yang
dipandang oleh masyarakat sebagai sekolah favorit.
Apa sebenarnya indikator sekolah favorit?
Menurut pandangan penulis ukurannya masih dari peringkat hasil ujian nasional,
daya serap di perguruan tinggi negeri dan piala piala sebagai bukti banyaknya
prestasi dari sekolah tersebut. Nah, dari sekolah inilah penulis mencoba
menggali sejauh mana pandangan peserta didik terhadap literasi, dengan
keyakinan awal pastilah mereka sudah sangat paham dengan istilah ini karena
memang sudah disosialisikan lewat Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Namun
nampaknya dugaan penulis tidaklah tepat. Mengapa begitu ? Dari beberapa
pertanyaan yang penulis ajukan kepada 20 siswa secara acak tentang apa itu literasi
dan Gerakan Literasi Sekolah, belum dapat dijawab dengan baik bahkan masih
kelihatan kebingungan dan me reka-reka jawaban. Inilah sebuah kenyataan.
Sekolah yang dikatakan favorit pun masih mengalami kendala dalam membudayakan
literasi, bagaimana dengan di tempat lain. Inilah pekerjaan besar bagi bangsa kita
untuk terus mengupayakan, mengembangkan, membudayakan dan memasyarakatkan
literasi karena begitu
pentingnya literasi dalam kehidupan manusia di zaman informasi sekarang ini
dalam mewujudkan Indonesia maju dan berkembang. Mengapa demikian?...
“Membaca
adalah jendela dunia”. Sering kan kita mendapati kalimat ini ? Kalimat singkat
dan sederhana tapi penuh makna. Jauh sebelum Gerakan Literasi Sekolah (GLS)
dikembangkan oleh Menteri Pendidikan Bapak Anis Baswedan melalui Permendikbud
No 21/2015, kalimat ini sudah familiar di telinga kita. Di beberapa sudut yang mudah dibaca seperti di perpustakaan, dinding
sekolah, papan baca umum, instansi pemerintah, kantor, dan seterusnya, kita
sering mendapatinya, seolah-olah mengingatkan kepada kita seluruh masyarakat
betapa pentingnya kebiasaan membaca. Penulis mengkomunikasikan dengan beberapa
peserta didik, dan inilah jawabannya “Apakah kalian sering mendapati kalimat
ini?” jawabannya “ya bu.” “Apakah kalian tahu maknanya?” Jawabannya “ya.” “Apakah
kalian sudah melaksanakannya?” Jawabannya “proses.” Nah inilah jawaban kuncinya
“proses”.
Sebagai
seorang muslim penulis mencoba memperkuat perintah membaca ini dari sudut
pandang Islam. Perintah membaca dalam Al Qur’an sangat jelas yang tercantum
dalam surat Al Alaq. Kata pertama dari surat al Alaq adalah berbunyi Iqra yang
artinya bacalah. Bacalah, perintah Allah kepada Muhammad SAW juga termasuk
kepada ummatnya adalah diperintahkan untuk membaca. Tetapi, makna dari kata
bacalah atau membaca ini tidak hanya sekedar seperti kita hanya membaca buku
saja, tetapi memiliki makna yang sangat besar. Allah memerintahkan untuk
membaca adalah agar umat manusia benar benar membaca, dalam artian membaca yang
sebenarnya. Iqro yang artinya bacalah dimaknai dengan memahami atau fahamilah, juga
berarti telitilah, analisalah,
sintesakanlah, bisa juga dengan artian yang lebih luas yaitu temukan teori,
temukan ilmu. Maka implikasi dari Iqro, adalah umat Islam itu bisa memproduk
sesuatu dengan ilmu atau menciptakan suatu penemuan baru dalam ilmu pengetahuan
melalui membaca. Sehingga bisa dikatakan bahwa membaca dan menulis merupakan kunci kemajuan
dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Apa hubungannya Literasi dengan
membaca? Hakikat secara umum dari literasi adalah membaca dan menulis. Namun,
seiring berjalannya waktu hakikat literasi kini makin berkembang. Hakikat
literasi adalah suatu kemampuan dalam menggunakan informasi tertulis untuk
mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas.
Nah, inilah hakikat literasi yang akan membangun bangsa. Mari kita Menengok
sejarah bangsa. Kebangkitan nasional Indonesia ditandai dengan lahirnya
golongan terpelajar yang membangkitkan bangsa ini melalui membaca dan menulis,
sehingga dapat menjadikan bangsa ini jaya dan ditakuti bangsa lain di massanya.
Bagaimana mereka mampu memberikan pengaruh dan menggerakkan masa melalui tulisan.
Dengan menulis mereka berbicara pada dunia tentang perjuangan, mereka
menyampaikan pendapat, mereka mengritik, mereka mengemukakan ide dan gagasan, mereka
membentuk opini, mereka menyuarakan hak bahkan mereka memprovokasi untuk
terciptanya kemerdekaan.
Tidak ada salahnya kita belajar dari
sejarah. Tokoh tokoh bangsa ini lahir dan besar karena dalam kesehariannya
menjadikan membaca sebagai kebutuhan hidup. Wakil presiden pertama Indonesia,
yaitu Bung Hatta pernah mengatakan, bahwa beliau siap diasingkan dan dipenjara
asalkan bersama buku. DouwesDekker, Soewardi Suryaningrat dan Cipto
Mangunkusumo memuat pandangan pandangan politiknya lewat tulisannya di majalah
De Express. Berkat tulisan-tulisannya terbentuk kesatuan pandangan mengenai
nasionalisme dan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Masih banyak tokoh tokoh
pendiri bangsa lain yang menggunakan tulisan sebagai alat perjuangan seperti
Ir. Soekarno, Dr Sutomo, Tan Malaka, dr Radjiman Widyodiningrat, RA Kartini,
dan seterusnya. Bisa jadi mereka semua menganggap membaca sebuah kebutuhan
hidup dan dengan membaca itu pula mereka dapat melawan bahkan mengusir penjajah
dari negeri ini tanpa menggunakan senjata. Dari membaca itulah, yang mendorong
dan memunculkan gagasan-gagasan membangun bangsa.
Maka menurut
hemat penulis, kunci awal terlaksananya gerakan literasi adalah dari membaca. Dengan
gerakan yang terus menerus kita boleh berharap bahwa bangsa Indonesia dapat
menjadi bangsa yang gemar membaca buku. Penulis yakin bahwa dengan membaca akan
dapat memajukan bangsa, menciptakan harapan, membangun imajinasi dan merancang
masa depan. Sasaran utama dan pertama literasi (budaya membaca)
ini adalah kaum muda Indonesia, khsususnya para siswa dari tingkat sekolah
dasar sampai menengah dan mahasiswa. Hal ini dikarenakan kaum muda lah yang
akan segera mewarisi negara ini. Kemajuan dan perkembangan bangsa ini terletak
pada kebijakan kaum muda jika kelak menjadi pemimpin di masa depan.
Budaya
membaca di sekolah melalui Gerakan LiterasiSekolah (GLS) dimaksudkan
untuk membawa warga sekolah lebih cerdas dalam menyambut kedatangan zaman yang
semakin informatif. Literasi bisa
mempengaruhi peradaban manusia untuk mempersiapkan insan intelektual, terutama
usia sekolah untuk memenangkan persaingan global. Literasi (membaca) akan membuka wawasan berfikir dan bisa
mengetahui budaya orang lain. Dengan demikian, akan timbul rasa saling
menghargai antar satu sama lain, tidak
merasa paling benar sendiri, dan kelak terciptalah perdamaian dunia. Jika
perdamaian tercipta maka tidak akan menghamabat pembangunan dan kemajuan
bangsa.
Siapa yang
berperan dalam Gerakan Literasi Sekolah ?... Harus dipahami bahwa literasi
tidak hanya sekedar berbasis pada kemampuan (skill) namun juga sesuatu
yang diterapkan (applied), dan
merupakan hal yang dikondisikan atau disituasikan (situated) sehingga nantinya bisa
membudaya atau menginternalisasi atau menjadi sebuah kebiasaan. Untuk itu Gerakan Literasi
Sekolah harus bersifat partisipatif artinya
dengan melibatkan peran serta seluruh komponen pendidikan, dari mulai warga
sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas
sekolah, Komite Sekolah, orang tua/wali peserta didik), akademisi, penerbit,
media massa, masyarakat dan pemangku kepentingan di bawah koordinasi Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pertanyaannya,
apakah literasi yang selama ini kita mengerti dan pahami sebenarnya sudah
kontekstual dan cukup bermanfaat bagi pembangunan sosial masyarakat luas? Anak
anak jaman sekarang yang kita menyebutnya jaman now dihadapkan dengan era digitalisasi. Berbicara tentang literasi
pada jaman now akan semakin kompleks
bila dikaitkan dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin cepat.
Miliaran informasi dari berbagai belahan dunia dapat mudah diakses setiap hari.
Padahal tidak semua informasi itu bermanfaat, banyak di antaranya yang tidak konstruktif
atau bahkan berbahaya bagi pembangunan keadaban. Dalam konteks itu perlu
dikembangkan literasi digital yang mengedepankan keutamaan-keutamaan hidup
bersama. Dalam deklarasi UNESCO menyebutkan bahwa literasi informasi terkait
pula dengan kemampuan untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan,
mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan, dan
mengomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan hidup dan
kemajuan jaman.